Deregulasi
bank bagaimana kebijakan-kebijakan peralatan perbankan dari tahun ke tahun
Deregulasi perbankan dimulai sejak tahun 1983. Pada tahun tersebut, BI memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga. Pemerintah berharap dengan kebijakan deregulasi perbankan maka akan tercipta kondisi dunia perbankan yang lebih efisien dan kuat dalam menopang perekonomian.
Deregulasi perbankan dimulai sejak tahun 1983. Pada tahun tersebut, BI memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga. Pemerintah berharap dengan kebijakan deregulasi perbankan maka akan tercipta kondisi dunia perbankan yang lebih efisien dan kuat dalam menopang perekonomian.
Kebijakan
deregulasi perbankan ini kemudian terus terjadi dengan rangkaian kebijakan-kebijakan
lainnya. Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi
Perbankan 1988 (Pakto 88). Memasuki tahun 1990-an, BI mengeluarkan Paket
Kebijakan Februari 1991 yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati
dalam pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No.
14/1967. Sejak saat itu, terjadi perubahan dalam klasifikasi jenis bank, yaitu
bank umum dan BPR. UU Perbankan 1992 juga menetapkan berbagai ketentuan tentang
kehati-hatian pengelolaan bank dan pengenaan sanksi bagi pengurus bank yang
melakukan tindakan sengaja yang merugikan bank, seperti tidak melakukan
pencatatan dan pelaporan yang benar, serta pemberian kredit fiktif, dengan
ancaman hukuman pidana. Selain itu, UU Perbankan 1992 juga memberi wewenang
yang luas kepada Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap
perbankan.
Tabel
Rangkaian Kebijakan Deregulasi Perbankan
Periode/Tahun
Kebijakan
1983
Awal mula deregulasi perbankan. Dikeluarkannya Paket Kebijakan Juni 1983 (Pakjun 83).
1988
Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88) dikeluarkan oleh Pemerintah.
1991
Paket Kebijakan Februari 1991 dikeluarkan oleh BI.
1992
UU Perbankan disahkan, menggantikan UU No. 14/1967.
1992
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Cikal bakal legalisasi Bank Syariah di Indonesia.
Sumber : Sejarah Bank Indonesia: Perbankan Periode 1983-1997.
Periode/Tahun
Kebijakan
1983
Awal mula deregulasi perbankan. Dikeluarkannya Paket Kebijakan Juni 1983 (Pakjun 83).
1988
Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88) dikeluarkan oleh Pemerintah.
1991
Paket Kebijakan Februari 1991 dikeluarkan oleh BI.
1992
UU Perbankan disahkan, menggantikan UU No. 14/1967.
1992
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Cikal bakal legalisasi Bank Syariah di Indonesia.
Sumber : Sejarah Bank Indonesia: Perbankan Periode 1983-1997.
Tujuan
Deregulasi Perbankan
Berdasarkan dokumen “Sejarah Bank Indonesia: Perbankan Periode 1983-1997”, ada beberapa sasaran atau tujuan strategis baik Pemerintah maupun BI melakukan deregulasi perbankan, diantaranya adalah:
*Meningkatkan peran perbankan dalam pembangunan ekonomi.
*Menciptakan alat-alat moneter berdasarkan mekanisme pasar dan menjaga.
*Kestabilan moneter dengan menggunakan alat yang diciptakannya.
*Melakukan pengendalian devisa dan mendorong ekspor nonmigas.
*Menunjang pengembangan pasar modal.
* Menunjang pengembangan usaha kecil dan koperasi.
Untuk mencapai sasaran strategis tersebut baik BI dan Pemerintah menetapkan beberapa langkah strategis yaitu diantaranya adalah :
Berdasarkan dokumen “Sejarah Bank Indonesia: Perbankan Periode 1983-1997”, ada beberapa sasaran atau tujuan strategis baik Pemerintah maupun BI melakukan deregulasi perbankan, diantaranya adalah:
*Meningkatkan peran perbankan dalam pembangunan ekonomi.
*Menciptakan alat-alat moneter berdasarkan mekanisme pasar dan menjaga.
*Kestabilan moneter dengan menggunakan alat yang diciptakannya.
*Melakukan pengendalian devisa dan mendorong ekspor nonmigas.
*Menunjang pengembangan pasar modal.
* Menunjang pengembangan usaha kecil dan koperasi.
Untuk mencapai sasaran strategis tersebut baik BI dan Pemerintah menetapkan beberapa langkah strategis yaitu diantaranya adalah :
Menstimulus
perbankan sebanyak mungkin membiayai pemberian kreditnya dengan dana simpanan
masyarakat dan mengurangi ketergantungan bank-bank pada KLBI.
Mendorong perbankan untuk menciptakan produk-produk jasa perbankan baru maupun meningkatkan efisiensi dalam operasi bank.
Mendorong perbankan untuk menciptakan produk-produk jasa perbankan baru maupun meningkatkan efisiensi dalam operasi bank.
Kredit
(Macet) dan Praktek Rent-seeking
Deregulasi perbankan mendorong aturan-aturan mengenai bank menjadi lebih mudah, baik dari sisi pembuatan bank baru atau operasional bank itu sendiri. Salah satu perubahan yang signifikasi terjadi adalah meningkatnya kredit investasi ke sektor industri. Pada periode 1973-1982 rata-rata kredit investasi hanya sebesar 30,1 persen. Angka ini kemudian meningkat pesat setelah dilakukannya deregulasi perbankan. Tercatat terjadi peningkatan sebesar 177,26 persen pada kredit investasi pada akhir tahun 1983. (lihat Tabel 2)
Deregulasi perbankan mendorong aturan-aturan mengenai bank menjadi lebih mudah, baik dari sisi pembuatan bank baru atau operasional bank itu sendiri. Salah satu perubahan yang signifikasi terjadi adalah meningkatnya kredit investasi ke sektor industri. Pada periode 1973-1982 rata-rata kredit investasi hanya sebesar 30,1 persen. Angka ini kemudian meningkat pesat setelah dilakukannya deregulasi perbankan. Tercatat terjadi peningkatan sebesar 177,26 persen pada kredit investasi pada akhir tahun 1983. (lihat Tabel 2)
Sebelum
Deregulasi
Sesudah Deregulasi
Pada periode 1973-1982 rata-rata kredit investasi sebesar 30,1 persen. 47,03 % (1981) dan 50,4% (1982)
Terjadi peningkatan sebesar 177,26 persen pada kredit investasi pada akhir tahun 1983.
Sesudah Deregulasi
Pada periode 1973-1982 rata-rata kredit investasi sebesar 30,1 persen. 47,03 % (1981) dan 50,4% (1982)
Terjadi peningkatan sebesar 177,26 persen pada kredit investasi pada akhir tahun 1983.
Sumber:
Laporan Bulanan Bank Indonesia, disadur dari Satrio (1988)
Kebijakan
deregulasi perbankan yang memiliki tujuan mulia ini kemudian terdistorsi akibat
maraknya praktek para pemburu rente (Rent-seekers) saat itu. Sebelum
menganalisis pola rent seekingyang terjadi, penulis akan mencoba mencari
definisi dan apa saja yang lazim terjadi dalam praktek rent-seeking. Di bawah
ini adalah definisi rent-seeking menurut OECD Dictionary:
The
opportunity to capture monopoly rents provides firms with an incentive to use
scarce resources to secure the right to become a monopolist. Such activity is
referred to as rent-seeking. Rent-seeking is normally associated with
expenditures designed to persuade governments to impose regulations which
create monopolies. Examples are entry restrictions and import controls.
However, rent-seeking may also refer to expenditures tocreate private
monopolies.
Berdasarkan
definisi di atas maka praktek rent-seeking itu memiliki beberapa ciri:
1. Mencoba menerapkan praktek monopoli, khususnya sumber daya.
2. Adanya praktek merayu atau melobby Pemerintah guna mencari perlindungan atau mendapatkan hak guna sumber daya.
Jika kita lihat konteks deregulasi perbankan dengan kaca mata rent-seeking, kita akan mendapatkan dua ciri tersebut dalam penyalahgunaan kredit perbankan oleh para pemburu rente. Wujud nyata dari praktek rent-seeking ini adalah merebaknya kredit macet di awal tahun 1990-an.
1. Mencoba menerapkan praktek monopoli, khususnya sumber daya.
2. Adanya praktek merayu atau melobby Pemerintah guna mencari perlindungan atau mendapatkan hak guna sumber daya.
Jika kita lihat konteks deregulasi perbankan dengan kaca mata rent-seeking, kita akan mendapatkan dua ciri tersebut dalam penyalahgunaan kredit perbankan oleh para pemburu rente. Wujud nyata dari praktek rent-seeking ini adalah merebaknya kredit macet di awal tahun 1990-an.
Salah
satu kasus yang menghebohkan tentang kredit macet adalah kasus Edy Tanzil.
Peristiwa ini berawal dari keterangan anggota Komisi VII DPR RI, A. Baramuli,
ketika rapat kerja dengan Gubernur Bank Indonesia di DPR, awal Februari 1994.
Dalam rapat kerja itu, Hendro Budiarto-Direktur BI, membenarkan adanya
permasalahan tersebut. Tak lama kemudian, Menteri Keuangan dan Direktur Bapindo
(Bank Pembangunan Indonesia) juga membenarkan hal ini dan memberikan keterangan
langsung terkait kredit macet sebesar 1,3 triliun rupiah kepada Edy Tanzil.
Pada
skandal Bapindo, ada beberapa pejabat Pemerintah yang disorot habis-habisan
oleh media pada saat itu. Nama-nama seperti Sudomo (Mantan Ketua DPA), J. B.
Sumarlin (Mantan Menteri Keuangan), Subekti Ismaun (Mantan Direktur Utama
Bapindo). Sudomo pada saat itu memberikan rekomendasi pemberian kredit kepada
Edy Tanzil saat dia menjabat sebagai Menko Polkam. Pada saat kredit dikucurkan,
J. B. Sumarlin juga sedang menjabat sebagai Menteri Keuangan dan juga Ketua
Dewan Komisaris Bapindo. Permasalahan utama kasus Bapindo ini tidak hanya
jumlah kredit yang sangat besar (1,3 triliun) tetapi juga terkait kemungkinan
pelanggaran legal lending limit dan perubahan prosedur usance L/C menjadi red
clause L/C.
Skandal
kredit macet tidak hanya terjadi pada kasus Edy Tanzil tetapi juga terjadi di
perusahaan-perusahaan konglemerat saat itu. Kasus Mantrust, Kasus Danamon,
Kasus Bentoel, Kasus Summa-Astra. Selain itu, kasus kredit macet juga terjadi
di kalangan keluarga atau kerabat dekat Cendana, contohnya adalah Bambang dan
Tommy. Fenomena ini menujukkan bahwa kebijakan dereguasi perbankan telah
menyimpang jauh dari tujuannya lantaran ulah tidak bertanggung jawab para
konglomerat hitam pada saat itu.
Tempo
(edisi 08/11/1997) juga mempertegas maraknya praktek rent-seeking pada dunia
perbankan kita saat itu. Tempo menyebutkan bahwa ada empat “penyakit” perbankan
yang dibawa Pakto 88. Pertama, bank-bank banyak dikuasai para konglomerat. Di
tangan konglomerat, suburlah praktek insider lending alias pemberian kredit
untuk kelompok usaha mereka sendiri, padahal praktek tersebut terlarang bagi
dunia perbankan. Kedua, tingginya suku bunga. Ada bank swasta yang berani
memasang tarif 30 persen setahun. Ketiga, pemilik bank memperkuat status-quo
kesenjangan penguasaan (monopoli) sumber ekonomi dalam masyarakat. Keempat,
investasi banyak dikucurkan ke sektor mewah, misalnya apartemen, perkantoran
mewah, dan lapangan golf. Sesuatu yang dianggap sebagai investasi yang tidak
tepat sasaran.
Dari waktu
ke waktu kondisi dunia perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubaan.
Selain disebabkan oleh perkembangan internal dunia perbankan, juga tidak
terlepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia perbankan, seperti sektor
riil dalam perekonomian, politik, hukum, dan sosial.
Perkembangan
faktor internal dan external tersebut menyebabkan kondisi perbankan di
Indonesia dapat dikelompokan dalam 4 periode. Masing – masing periode mempunyai
ciri khusus yagn tidak dapat disamakan dengan periode lainnya. Deregulasi di
sektor riil dan moneter yagn dimulai sejak tahun 1980 – an serta terjadinya
krisis ekonomi di Indonesia sejak akhir tahun 1990 – an adalah dua peristiwa
utama yang telah menyebabkan munculnya empat periode kondisi perbankan di
Indonesia sampai dengan tahun 2000.
Keempat
periode itu adalah:
Kondisi perbankan di Indonesia sebelum serangkaian paket – paket deregualsi di sektor riil dan moneter yang dimulai sejak tahun 1980 – an. Kondisi perbankan di Indonesia setelah munculnya deregulasi sampai dengan masa sebelum terjadinya krisis ekonomi pada akhir tahun 1990 – an. Kondisi perbankan di Indoneisa pada masa krisis ekonomi sejak akhir tahun 1990 – an dan Kondisi perbankan di Indonesia pada saat sekarang ini.
Kondisi perbankan di Indonesia sebelum serangkaian paket – paket deregualsi di sektor riil dan moneter yang dimulai sejak tahun 1980 – an. Kondisi perbankan di Indonesia setelah munculnya deregulasi sampai dengan masa sebelum terjadinya krisis ekonomi pada akhir tahun 1990 – an. Kondisi perbankan di Indoneisa pada masa krisis ekonomi sejak akhir tahun 1990 – an dan Kondisi perbankan di Indonesia pada saat sekarang ini.
Kondisi
sebelum deregulasi sangat dipengaruhi oleh berbagai kepentingan ekonomi dan
politik dari Pemerintah. Tingkat inflasi yagn tinggi serta kondisi ekonomi
makro secara umum yang tidak bagus terjadi bersamaan dengan kondisi perbankan
yagn tidak dapat memobilisasikan dana dengan baik, hal tersebut merupakan
fenomena yang terjadi pada masa sebelum deregulasi tersebut seolah – olah
menjadi suatu lingkaran yang tidka ada ujung pangkalnya serta saling
mempengaruhi. Untuk mengatasi situasi tersebut, ditempuh dengan cara melakukan
serangkaian kebijakan berupa dergulasi di sektor riil dan sektor moneter. Pada
tahap awal deregulasi lebih cepat dampaknya pada sektor moneter melalui
perubahan di dunia perbankan.
Perubahan
yang terjadi juga termasuk peningkatan peraturan pada bidang – bidang tertentu,
sehingga deregulasi ini lebih tepat diartikan sebagai perubahan – perubahan
yang dimotori oleh otoritas moneter untuk meningkatkan kinerja di dunia
perbankan, dan pada akhirnya juga diharapkan akan meningkatkan kinerja sektor
riil.
Industri
perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Dimulai pada tahun
1983 ketika berbagai macam deregulasi mulai dilakukan pemerintah, kemudian
bisnis perbankan berkembang pada kurun waktu 1988-1996. Pada pertengahan tahun
1997 industri perbankan akhirnya terpuruk sebagai imbas dari terjadinya krisis
moneter dan krisis ekonomi yang melanda perekonomian Indonesia. Perubahan
tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia secara umum dapat
dikelompokkan dalam 3 (tiga) periode. Tiap-tiap periode mempunyai ciri-ciri
khusus yang tidak dapat disamakan dengan periode lainnya.
Ketiga
periode tersebut yaitu: Pertama, kondisi perbankan di Indonesia sebelum
serangkaian paket deregulasi di sektor rill dan moneter yang dimulai sejak
tahun 1983, dimana kondisi perbankan masa itu sangat kuat dipengaruhi oleh
berbagai kepentingan ekonomi dan politik dari pengusaha, dalam hal ini adalah
pemerintah. Sehingga kondisi perbankan tidak banyak mengalami perubahan. Secara
lebih rinci keadaan perbankan pada masa itu adalah sebagai berikut :
1. Tidak
adanya Peraturan Perundang-undangan yang mengatur secara jelas tentang
perbankan di Indonesia.
2. Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) pada bank tertentu.
3. Jumlah bank swasta yang relatif sedikit.
4. Sedikit muncul bank-bank baru.
5. Persaingan antar bank yang tidak ketat.
6. Prosedur berhubungan dengan bank yang rumit.
7. Bank bukan merupakan alternatif utama bagi masyarakat luas untuk menyimpan dan meminjam dana.
8. Mobilisasi dana lewat perbankan yang sangat rendah.
2. Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) pada bank tertentu.
3. Jumlah bank swasta yang relatif sedikit.
4. Sedikit muncul bank-bank baru.
5. Persaingan antar bank yang tidak ketat.
6. Prosedur berhubungan dengan bank yang rumit.
7. Bank bukan merupakan alternatif utama bagi masyarakat luas untuk menyimpan dan meminjam dana.
8. Mobilisasi dana lewat perbankan yang sangat rendah.
Kedua,
kondisi perbankan di Indonesia setelah deregulasi sampai dengan masa sabelum
terjadinya krisis moneter dan krisis ekonomi. Pada masa ini pemerintah
mengeluarkan kebijakan deregulasi dengan harapan dapat meningkatkan kinerja
dunia perbankan, dan pada akhirnya diharapkan juga akan meningkatkan kinerja di
sektor rill. Kebijakan tersebut berisi tentang penghapusan pagu kredit dan
sistem kredit selektif disertai dengan subsidi bunga, serta memberikan
kebebasan kepada masing-masing bank untuk menentukan tingkat suku bunga kredit
dan penghimpunan dana, sehingga menyebabkan tingkat inflasi yang tinggi dan
menyebabkan kondisi perbankan tidak bisa memobilisasi dananya dengan baik.
Untuk
mengatasi kondisi tersebut akhirnya pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan
yang bertujuan untuk meningkatkan peran perbankan dalam meningkatkan kinerjanya
di sektor rill melalui paket 27 Oktober 1988 yang dikenal dengan Pakto, dalam
salah satu paketnya pemerintah memberikan kemudahan membuka kantor bank.
Kebijakan-kebijakan di atas mengakibatkan banyak perubahan dalam dunia
perbankan di Indonesia. Ciri-ciri kondisi perbankan saat itu Antara lain :
1. Peraturan yang memberikan kepastian hukum.
2. Jumlah bank swasta bertambah banyak.
3. Tingkat persaingan bank yang semakin kuat.
4. Kepercayaan masyarakat terhadap bank meningkat.
5. Mobilisasi dana melalui sektor perbankan yang semakin besar.
1. Peraturan yang memberikan kepastian hukum.
2. Jumlah bank swasta bertambah banyak.
3. Tingkat persaingan bank yang semakin kuat.
4. Kepercayaan masyarakat terhadap bank meningkat.
5. Mobilisasi dana melalui sektor perbankan yang semakin besar.
Ketiga,
kondisi perbankan di Indonesia saat krisis moneter dan krisis ekonomi pada
akhir tahun 1997 sampai sekarang. Deregulasi dan penerapan kebijakan sektor
moneter dan rill menyebabkan perbankan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
kinerja ekonomi makro di Indonesia. Perkembangan ini dalam waktu yang sangat
singkat menjadi terhenti bahkan mengalami kemunduran total akibat adanya krisis
moneter dan krisis ekonomi yang terjadi pada akhir tahun 1997. Krisis moneter
dan krisis ekonomi ini banyak menyebabkan perubahan dalam kondisi perbankan di
Indonesia, sehingga kondisinya sebagai berikut :
1.
Tingkat kepercayaan masyarakat dalam dan luar negari terhadap perbankan di
Indonesia yang menurun drastis.
2. Sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat.
3. Munculnya penggunaan Peraturan Perundangan yang baru.
4. Jumlah bank menurun.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kondisi di atas adalah :
1. Kurang memperhatikan prinsip kehati-hatian yang konservatif membuat semakin memburuknya kondisi perbankan saat ini, sehingga mengakibatkan sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat.
2. Pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perbankan dan kinerja bank nasional yang sangat buruk, dikarenakan lemahnya peraturan yang mengatur perbankan di Indonesia.
3. Proporsi kredit bermasalah yang semakin besar dan tingkat likuiditas yang rendah, membuat suku bunga antar bank menjadi sangat tinggi dan berimbas pada hancurnya performance dunia usaha yang akhirnya Non Performing Loan (NPL) menjadi tinggi. Hal ini mengakibatkan banyak perbankan yang sebagian besar didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami kesulitan untuk melanjutkan usaha, sehingga tidak sedikit bank yang berakhir dengan melakukan penutupan usaha atau dilikuidasi.
Risiko kredit merupakan perbandingan antara saldo akhir bermasalah (Non Performing Loan) dengan total harta (asset) secara keseluruhan. Risiko kredit yang disebabkan karena ketidakmampuan pihak debitur untuk memenuhi kewajibannya kepada bank seperti pembayaran pokok pinjaman, pembayaran bunga dan lain-lain tidak sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan, bila tidak dikelola dengan baik maka akan mengakibatkan proporsi kredit bermasalah yang semakin besar sehingga akan berdampak tehadap kondisi perbankan, yang pada akhirnya dapat pula mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap tingkat kesehatan bank
2. Sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat.
3. Munculnya penggunaan Peraturan Perundangan yang baru.
4. Jumlah bank menurun.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kondisi di atas adalah :
1. Kurang memperhatikan prinsip kehati-hatian yang konservatif membuat semakin memburuknya kondisi perbankan saat ini, sehingga mengakibatkan sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat.
2. Pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perbankan dan kinerja bank nasional yang sangat buruk, dikarenakan lemahnya peraturan yang mengatur perbankan di Indonesia.
3. Proporsi kredit bermasalah yang semakin besar dan tingkat likuiditas yang rendah, membuat suku bunga antar bank menjadi sangat tinggi dan berimbas pada hancurnya performance dunia usaha yang akhirnya Non Performing Loan (NPL) menjadi tinggi. Hal ini mengakibatkan banyak perbankan yang sebagian besar didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami kesulitan untuk melanjutkan usaha, sehingga tidak sedikit bank yang berakhir dengan melakukan penutupan usaha atau dilikuidasi.
Risiko kredit merupakan perbandingan antara saldo akhir bermasalah (Non Performing Loan) dengan total harta (asset) secara keseluruhan. Risiko kredit yang disebabkan karena ketidakmampuan pihak debitur untuk memenuhi kewajibannya kepada bank seperti pembayaran pokok pinjaman, pembayaran bunga dan lain-lain tidak sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan, bila tidak dikelola dengan baik maka akan mengakibatkan proporsi kredit bermasalah yang semakin besar sehingga akan berdampak tehadap kondisi perbankan, yang pada akhirnya dapat pula mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap tingkat kesehatan bank
Kondisi
Sebelum Deregulasi
Masa Kolonial (Wilayah Hindia-Belanda)
· Mobilisasi dana dari investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan-perusahaan besar milik colonial
· Memberikan jasa-jasa keuangan kepada perusahaanperusahaan besar milik kolonial, seperti giro, garansi bank,pemindahan dana, dll
· Membantu pemindahan dana jasa modal dari wilayah kolonial ke negara penjajah
· Sebagai tempat sementara dari dana hasil pemungutan pajak dari perusahaan penjajah maupun dari masyarakat pribumi, untuk kemudian dikirim ke negara penjajah
· Mengadministrasikan anggaran pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah kolonial.
Beberapa bank asing yang melakukan operasinya, yaitu :
1. De Bankcourant yang didirikan pada tanggal 1 September 1752
2. De Javasche Bank yang didirikan pada tahun 1828
3. Nederlandsch Indische Escompto Maatschapij, Nederlandsch Indische Handelsbank, dan Nederlandsche Handel Maatschapij mulai beroperasiberturut-turut pada tahun 1857, 1864, dan 1883
4. De Bank van Leening, pada tanggal 20 Agustus 1746.
5. The Chartered Bank of India, Australia and China, Batavia tahun 1862
6. Hongkong and Shanghai Banking Corporation, Batavia tahun 1884
7. Yokohama-Specie Bank, Batavia tahun 1919
8. Taiwan Bank, tahun 1915, Batavia, Semarang, dan Surabaya
9. China and Southern Ltd., Batavia tahun 1920
10. Mitsui Bank, Surabaya tahun 1925
11. Overseas China Banking Corporation, Batavia tahun 1932
Masa Kolonial (Wilayah Hindia-Belanda)
· Mobilisasi dana dari investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan-perusahaan besar milik colonial
· Memberikan jasa-jasa keuangan kepada perusahaanperusahaan besar milik kolonial, seperti giro, garansi bank,pemindahan dana, dll
· Membantu pemindahan dana jasa modal dari wilayah kolonial ke negara penjajah
· Sebagai tempat sementara dari dana hasil pemungutan pajak dari perusahaan penjajah maupun dari masyarakat pribumi, untuk kemudian dikirim ke negara penjajah
· Mengadministrasikan anggaran pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah kolonial.
Beberapa bank asing yang melakukan operasinya, yaitu :
1. De Bankcourant yang didirikan pada tanggal 1 September 1752
2. De Javasche Bank yang didirikan pada tahun 1828
3. Nederlandsch Indische Escompto Maatschapij, Nederlandsch Indische Handelsbank, dan Nederlandsche Handel Maatschapij mulai beroperasiberturut-turut pada tahun 1857, 1864, dan 1883
4. De Bank van Leening, pada tanggal 20 Agustus 1746.
5. The Chartered Bank of India, Australia and China, Batavia tahun 1862
6. Hongkong and Shanghai Banking Corporation, Batavia tahun 1884
7. Yokohama-Specie Bank, Batavia tahun 1919
8. Taiwan Bank, tahun 1915, Batavia, Semarang, dan Surabaya
9. China and Southern Ltd., Batavia tahun 1920
10. Mitsui Bank, Surabaya tahun 1925
11. Overseas China Banking Corporation, Batavia tahun 1932
Masa
Setelah Kemerdekaan
a. Mobilisasi dana dari investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan-
perusahaan besar milik pemerintah dan swasta
b. Memberikan jasa-jasa keuangan kepada perusahaan-perusahaan besar
c. Mengadministrasikan anggaran pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah
d. Menyalurkan dana anggaran untuk membiayai program dan proyek pada sektor – sektor yang ingin di
kembangkan oleh pemerintah
a. Mobilisasi dana dari investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan-
perusahaan besar milik pemerintah dan swasta
b. Memberikan jasa-jasa keuangan kepada perusahaan-perusahaan besar
c. Mengadministrasikan anggaran pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah
d. Menyalurkan dana anggaran untuk membiayai program dan proyek pada sektor – sektor yang ingin di
kembangkan oleh pemerintah
Keadaan
perbankan masa sebelum deregulasi:
a. Tidak adanya peraturan perundangan yang mengatur secara jelas tentang perbankan di Indonesia (UU
No.13 Th.‘68)
b. Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) pada bank-bank tertentu
c. Bank banyak menanggung program-program pemerintah
d. Instrumen pasar uang yang terbatas
e. Jumlah bank swasta yang relatif sedikit
f. Sulitnya pendirian bank baru
g. Persaingan antar bank yang tidak ketat
h. Posisi tawar-menawar bank relatif lebih kuat daripada nasabah
i. Prosedur berhubungan dengan bank yang rumit
j. Bank bukan merupakan alternatif utama bagi masyarakat luas untuk menyimpan dan meminjam dana
k. Mobilisasi dana lewat perbankan yang sangat rendah
1.Deregulasi 1 juni 1983
a. Tidak adanya peraturan perundangan yang mengatur secara jelas tentang perbankan di Indonesia (UU
No.13 Th.‘68)
b. Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) pada bank-bank tertentu
c. Bank banyak menanggung program-program pemerintah
d. Instrumen pasar uang yang terbatas
e. Jumlah bank swasta yang relatif sedikit
f. Sulitnya pendirian bank baru
g. Persaingan antar bank yang tidak ketat
h. Posisi tawar-menawar bank relatif lebih kuat daripada nasabah
i. Prosedur berhubungan dengan bank yang rumit
j. Bank bukan merupakan alternatif utama bagi masyarakat luas untuk menyimpan dan meminjam dana
k. Mobilisasi dana lewat perbankan yang sangat rendah
1.Deregulasi 1 juni 1983
Memberikan
keleluasaan kepada semua bank untuk menyerahkan tingkat suku bunga kepada
mekanisme pasar.
2.
Deregulasi Oktober 1988
Memberi keringanan persyaratan bagi bank-bank yang ingin meningkatkan statusnya menjadi bank devisa, membuka kemungkinan pendirian bank campuran (kerjasama dengan bank asing) dan memberi kesempatan bagi bank asing untuk membuka kantor cabang pembantu di kota-kota tertentu.
Memberi keringanan persyaratan bagi bank-bank yang ingin meningkatkan statusnya menjadi bank devisa, membuka kemungkinan pendirian bank campuran (kerjasama dengan bank asing) dan memberi kesempatan bagi bank asing untuk membuka kantor cabang pembantu di kota-kota tertentu.
3.Deregulasi
25 Maret 1989 (penyempurnaan Pakto’88)
Memberi kesempatan yang lebih luas bagi bank untuk melakukan penyertaan dana pada lembaga-lembaga lain serta memberikan kredit investasi jangka menengah dan panjang.
Memberi kesempatan yang lebih luas bagi bank untuk melakukan penyertaan dana pada lembaga-lembaga lain serta memberikan kredit investasi jangka menengah dan panjang.
4. Deregulasi
Januari 1990
untuk membatasi jumlah kredit likuiditas Bank Indonesia dan mengharuskan bank-bank membagi 20 persen dari kreditnya kepada kredit usaha kecil (KUK)
untuk membatasi jumlah kredit likuiditas Bank Indonesia dan mengharuskan bank-bank membagi 20 persen dari kreditnya kepada kredit usaha kecil (KUK)
5.
Deregulasi 25 Pebruari 1991
Pakfeb ini ditentukan tingkat kesehatan bank yang menyangkut kecukupan modal (CAR), pembatasan pemberian kredit yang tidak didukung oleh dana masyarakat (LDR), persyaratan kepemilikan dan kepengurusan, ketentuan legal lending limit dan pembentukan cadangan untuk menutupi resiko.
Pakfeb ini ditentukan tingkat kesehatan bank yang menyangkut kecukupan modal (CAR), pembatasan pemberian kredit yang tidak didukung oleh dana masyarakat (LDR), persyaratan kepemilikan dan kepengurusan, ketentuan legal lending limit dan pembentukan cadangan untuk menutupi resiko.
6.
Deregulasi 29 Mei 1993
Pakmei ditujukan untuk mendorong kelancaran ekspansi kredit perbankan dengan memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada perbankan.
Pakmei ditujukan untuk mendorong kelancaran ekspansi kredit perbankan dengan memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada perbankan.
Kondisi
Setelah Deregulasi
Kebijakan Deregulasi yang terkait dengan dunia perbankan:
a. Paket 1 Juni 1983
b. Bank Indonesia sejak 1984 mengeluarkan SBI
c. Bank Indonesia sejak 1985 mengeluarkan ketentuan perdagangan SBPU dan fasilitas diskonto oleh BI
d. Paket 27 Oktober 1988
e. Paket 20 Desember 1988
f. Paket 25 Maret 1989
g. Paket 29 Januari 1990
h. Paket 28 Februari 1991
i. UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
j. Paket 29 Mei 1993 tentang penyempurnaan aturan kesehatan bank
Kebijakan Deregulasi yang terkait dengan dunia perbankan:
a. Paket 1 Juni 1983
b. Bank Indonesia sejak 1984 mengeluarkan SBI
c. Bank Indonesia sejak 1985 mengeluarkan ketentuan perdagangan SBPU dan fasilitas diskonto oleh BI
d. Paket 27 Oktober 1988
e. Paket 20 Desember 1988
f. Paket 25 Maret 1989
g. Paket 29 Januari 1990
h. Paket 28 Februari 1991
i. UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
j. Paket 29 Mei 1993 tentang penyempurnaan aturan kesehatan bank
Ciri
perbankan setelah deregulasi :
a. Peraturan yang memberikan kepastian hukum
b. Jumlah bank swasta bertambah banyak
c. Tingkat persaingan bank yang semakin kuat
d. Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
e. Kepercayaan masyarakat terhadap bank meningkat
f. Mobilisasi dana sektor perbankan yang semakin besar
a. Peraturan yang memberikan kepastian hukum
b. Jumlah bank swasta bertambah banyak
c. Tingkat persaingan bank yang semakin kuat
d. Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
e. Kepercayaan masyarakat terhadap bank meningkat
f. Mobilisasi dana sektor perbankan yang semakin besar
Kondisi
Saat Krisis Ekonomi
Ciri Kondisi perbankan saat krisis
a. Tingkat kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap perbankan di Indonesia menurun drastic
b. Sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat
c. Adanya spread negative
d. Munculnya penggunaan peraturan yang baru
e. Jumlah bank menurun
Ciri Kondisi perbankan saat krisis
a. Tingkat kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap perbankan di Indonesia menurun drastic
b. Sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat
c. Adanya spread negative
d. Munculnya penggunaan peraturan yang baru
e. Jumlah bank menurun
Kondisi
Pasca Krisis Ekonomi
a. Selesainya penyusunan Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
b. Serangkaian rencana dan komitmen pemerintah, DPR, dan Bank Indonesia untuk membentuk atau
menyusun:
1. Lembaga penjamin simpanan
2. Lembaga pengawas perbankan yang independen
3. Otoritas jasa keuangan
a. Selesainya penyusunan Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
b. Serangkaian rencana dan komitmen pemerintah, DPR, dan Bank Indonesia untuk membentuk atau
menyusun:
1. Lembaga penjamin simpanan
2. Lembaga pengawas perbankan yang independen
3. Otoritas jasa keuangan
c.
Kinerja perbankan yang lebih baik, yang mengarah kepada praktik:
1. Manajemen pengelolaan risiko yang lebih baik
2. Struktur perbankan nasional yang lebih baik
3. Penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking) yang konsisten.
1. Manajemen pengelolaan risiko yang lebih baik
2. Struktur perbankan nasional yang lebih baik
3. Penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking) yang konsisten.
DEREGULASI
perbankan sudah digulirkan sejak 14 tahun yang lalu. Kesan bongkar pasang itu
tak terhindarkan.Bahkan, dari dampak yang kini terasa yaitu goyahnya sejumlah
bank swasta, sangat terasa bahwa aturan-aturan perbankan Indonesia memang tak
didasari pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur tentang
bank.
Deregulasi
perbankan yang dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di
antaranya: memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga
deposito. Kemudian dihapusnya campur
tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit. Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk
merangsang minat berusaha di bidang perbankan Indonesia di masa mendatang Lima tahun kemudian ada Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) yang terkenal itu. Pakto 88 boleh dibilang adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di bidang perbankan.
tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit. Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk
merangsang minat berusaha di bidang perbankan Indonesia di masa mendatang Lima tahun kemudian ada Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) yang terkenal itu. Pakto 88 boleh dibilang adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di bidang perbankan.
Contohnya,
hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru.
Dan kepada bank-bank asing lama dan yang baru masuk pun diijinkan membuka
cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan antar bank asing dengan bank
swasta nasional diijinkan. Dengan demikian, secara terang-terangan monopoli
dana BUMN oleh bank-bank milik negara dihapuskan. Bahkan, beberapa bank
kemudian menjadi bank devisa karena persyaratan untuk mendapat predikat itu
dilonggarkan. Dengan berbagai kemudahan Pakto 88, meledaklah jumlah bank di Indonesia.
Banyaknya jumlah bank membuat kompetisi pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana
deposito dan tabungan jugase makin sengit.
Ujung-ujungnya,
karena bank terus dipacu untuk mencari untung, sisi keamanan penyaluran dana
terabaikan, dan akhirnya kredit macet menggunung. Kondisi ini kemudian
memunculkan Paket Februari 1991(Paktri) yang mendorong dimulainya proses
globalisasi perbankan.
Salah
satu tugasnya adalah berupaya untuk mengatur pembatasan dan pemberatan
persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan modal minimal
8 % dari kekayaan. Yang diharapkan dalam paket itu adalah akan adanya
peningkatan kualitas perbankan Indonesia. Dengan mewajibkan bank-bank memenuhi
aturan penilaian kesehatan bank yang mempergunakan formula kriteria tertentu,
tampaknya paket itu tidak bisa menghindari kesan sebagai produk aturan yang
diwarnai trauma atas terjadinya kasus kolapsnya bank Perbankan Asia, Bank Duta,
dan Bank Umum Majapahit.
Setelah
itu, lahir UU Perbankan baru bernomor 7 tahun 1992 yang disahkan oleh Presiden
Soeharto pada 25 Maret 1992. Undang Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor
14 tahun 1967. Intinya, UU itu
menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan soal pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing. Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.
menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan soal pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing. Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.
Untuk
mengurangi sebagian kendala yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi
kredit dan koreksi terhadap Paktri yang begitu mengekang bank, pemerintah
mengeluarkan Paket 29 Mei 1993 (Pakmei). Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap
mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif
bisa bergairah kembali. Disebutkan dalam Pakmei ini pencapaian CAR (capital
adiquacy ratio)– atau perimbangan antara modal sendiri dan aset –sesuai dengan
ketentuan adalah 8 persen. Kemudian penyempurnaan lain pada paket itu adalah
ketentuan loan to deposit ratio (LDR).
Aturan
yang terakhir diluncurkan adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996
yang ditanda tangani Presiden RI pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman
Bank Summa, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan
tahu persis rapor banknya. Dengan begitu, mereka bisa bersiap-siap jika
suatusaat banknya sedang goyah atau bahkan nyaris pailit.
Penilaian
Kesehatan Bank
Kesehatan merupakan hal yang paling penting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun perusahaan. Kondisi yang sehat akan meningkatkan gairah kerja dan kemampuan kerja serta kemampuan lainnya. Sama seperti hanya manusia yang harus selalu menjaga kesehatannya, perbankan juga harus selalu dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Bank yang tidak sehat, bukan hanya membahayakan dirinya sendiri, akan tetapi pihak lain. Penilaian kesehatan bank amat penting disebabkan karena bank mengelola dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Masyarakat pemilik dana dapat saja menarik dana yang dimilikinya setiap saat clan bank harus sanggup mengembalikan dana yang dipakainya jika ingin tetap dipercaya oleh nasabahnya.
Kesehatan merupakan hal yang paling penting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun perusahaan. Kondisi yang sehat akan meningkatkan gairah kerja dan kemampuan kerja serta kemampuan lainnya. Sama seperti hanya manusia yang harus selalu menjaga kesehatannya, perbankan juga harus selalu dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Bank yang tidak sehat, bukan hanya membahayakan dirinya sendiri, akan tetapi pihak lain. Penilaian kesehatan bank amat penting disebabkan karena bank mengelola dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Masyarakat pemilik dana dapat saja menarik dana yang dimilikinya setiap saat clan bank harus sanggup mengembalikan dana yang dipakainya jika ingin tetap dipercaya oleh nasabahnya.
Untuk
menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini
bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat,
cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat. Bagi bank yang sehat agar tetap
mempertahankan kesehatannya, sedangkan bank yang sakit untuk segera mengobati
penyakitnya. Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat
memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau
bahkan kalau perlu dihentikan kegiatan operasinya.
Standar
untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh pemerintah
melalui Bank Indonesia. Kepada bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang
bersifat rutin ataupun secara berkala mengenai seluruh aktivitasnya dalam suatu
periode tertentu. Dari laporan ini dipelajari dan dianalisis, sehingga dapat
diketahui kondisi suatu bank. Dengan diketahui kondisi kesehatannya akan
memudahkan bank itu sendiri untuk memperbaiki kesehatannya.
Penilaian
kesehatan bank dilakukan setiap periode. Dalam setiap penilaian ditentukan
kondisi suatu bank. Bagi bank yang sudah dinilai sebelumnya dapat pula dinilai
apakah ada peningkatan atau penurunan kesehatannya. Bagi bank yang menurut
penilaian sehat atau kesehatannya terus meningkat tidak jadi masalah, karena
itulah yang diharapkan dan supaya tetap dipertahankan terus. Akan tetapi bagi
bank yang terus-menerus tidak sehat, maka harus mendapat pengarahan atau
bahkan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Bank
Indonesia sebagai pengawas dan pembina perbankan dapat saja menyarankan untuk
melakukan berbagai perbaikan. Perbaikan-perbaikan yang akan dilakukan meliputi
perubahan manajemen, melakukan penggabungan seperti merger, konsolidasi,
akuisisi atau malah dilikuidasi (dibubarkan) keberadaannya jika memang sudah
parah kondisi bank tersebut. Pertimbangan untuk hal ini sangat tergantung dari
kondisi yang dialami bank yang bersangkutan. Jika kondisi bank sudah sedemikian
parah, namun masih memiliki beberapa potensi, maka sebaiknya dicarikan jalan
keluarnya dengan model penggabungan usaha dengan bank lainnya. Sedangkan langkah
likuidasi merupakan jalan keluar terakhir dalam rangka menyelamatkan uang
masyarakat.
Referensi: http://darmikartikaa.blogspot.com/2014/06/2-faktor-kebijakan-20-oktober-1988-dan.html
Diposkan oleh Marcelino hans kristian di 19.14 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
Diposkan oleh Marcelino hans kristian di 19.14 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
1.
Pengertian dan ruang lingkup bank
Pengertian Bank
Menurut Undang‐Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berikut ada beberapa pengertian bank :
1. Pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prisip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran
Fungsi Peranan Bank
Adapun fungsi-fungsi bank umum di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1. Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.
4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
Peranan Bank
Dalam menjalankan kegiatannya bank mempunyai peran penting dalam sistem keuangan, yaitu :
1. Pengalihan Aset (asset transmutation)
Yaitu pengalihan dana atau aset dari unit surplus ke unit devisit. Dimana sumber dana yang diberikan pada pihak peminjam berasal pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan keinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank berperan sebagai pangalih aset yang likuid dari unit surplus (lender) kepada unit defisit (borrower).
2. Transaksi (transaction)
Bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi. Dalam ekonomi modern, trnsaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari transaksi keuangan. Untuk itu produk-produk yang dikeluarkan oleh bank (giro, tabungan, depsito, saham dan sebagainya)merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
3. Likuiditas (liquidity)
Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk berupa giro, tabungan, deposito, dan sebagainya. Produk-produk tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda. Untuk kepentingn likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Dengan demikian bank memberikan fasilitas pengelolaan likuiditas kepada pihak yang mengalami surplus likuiditas dan menyalurkannya kepada pihak yang mengalami kekurangan likuiditas.
4. Efisiensi (efficiency)
Peranan bank sebagai broker adalah menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah produknya. Disini bank hanya memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric information) antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif. Peran bank menjadi penting untuk memecahkan masalah insentif tersebut. Untuk itu jelas peran bank dalam hal ini yaitu menjembatani dua pihak yang saling berkepentingan untuk menyamakan informasi yang tidak sempurna, sehingga terjadi efisiensi biaya ekonomi.
Jenis dan Ruang lingkup Bank
Jenis Bank
a) Bank Umum
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran; atau bank komersial (commercial ban/c full service bank).
b) Bank Perkreditan Rakyat ( BPR )
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran(rural bank).
Ruang Lingkup Bank
Ruang lingkup laporan dan pelayanan bank (jenis-jenis laporan bank)
laporan harian bank umum dan pelayanan bank ( LHBU ) adalah Laporan Bank Indonesia yang digunakan untuk memantau pasar uang dan kondisi keuangan perbankan secara berkesinambungan.
Laporan Berkala Bank Umum Konvensional Laporan Berkala ini merupakan laporan data yang sifatnya kualitatif. Laporan disusun dalam formulir yang telah disediakan sebanyak 12 jenis formulir dan dilakukan secara berkala dalam periode mingguan, bulanan dan triwulan tergantung jenis laporn.
Laporan bulanan bank umum laporan bank umum ( LBU ) yang harus disediakan antara lain :
Neraca laba rugi dan komitmen kontijensi,
Transaksi valas dan derivatif,
Kualitas aktiva produktif,
Perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum,
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko,
Perhitungan rasio keuangan dan modal.
4. Laporan lalu lintas devisa LLD adalah kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk(residen) dan bukan penduduk(non residen) termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negri.
5. Laporan kantor pusat Bank umum
Pengertian Bank
Menurut Undang‐Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berikut ada beberapa pengertian bank :
1. Pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prisip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran
Fungsi Peranan Bank
Adapun fungsi-fungsi bank umum di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1. Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.
4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
Peranan Bank
Dalam menjalankan kegiatannya bank mempunyai peran penting dalam sistem keuangan, yaitu :
1. Pengalihan Aset (asset transmutation)
Yaitu pengalihan dana atau aset dari unit surplus ke unit devisit. Dimana sumber dana yang diberikan pada pihak peminjam berasal pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan keinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank berperan sebagai pangalih aset yang likuid dari unit surplus (lender) kepada unit defisit (borrower).
2. Transaksi (transaction)
Bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi. Dalam ekonomi modern, trnsaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari transaksi keuangan. Untuk itu produk-produk yang dikeluarkan oleh bank (giro, tabungan, depsito, saham dan sebagainya)merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
3. Likuiditas (liquidity)
Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk berupa giro, tabungan, deposito, dan sebagainya. Produk-produk tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda. Untuk kepentingn likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Dengan demikian bank memberikan fasilitas pengelolaan likuiditas kepada pihak yang mengalami surplus likuiditas dan menyalurkannya kepada pihak yang mengalami kekurangan likuiditas.
4. Efisiensi (efficiency)
Peranan bank sebagai broker adalah menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah produknya. Disini bank hanya memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric information) antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif. Peran bank menjadi penting untuk memecahkan masalah insentif tersebut. Untuk itu jelas peran bank dalam hal ini yaitu menjembatani dua pihak yang saling berkepentingan untuk menyamakan informasi yang tidak sempurna, sehingga terjadi efisiensi biaya ekonomi.
Jenis dan Ruang lingkup Bank
Jenis Bank
a) Bank Umum
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran; atau bank komersial (commercial ban/c full service bank).
b) Bank Perkreditan Rakyat ( BPR )
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran(rural bank).
Ruang Lingkup Bank
Ruang lingkup laporan dan pelayanan bank (jenis-jenis laporan bank)
laporan harian bank umum dan pelayanan bank ( LHBU ) adalah Laporan Bank Indonesia yang digunakan untuk memantau pasar uang dan kondisi keuangan perbankan secara berkesinambungan.
Laporan Berkala Bank Umum Konvensional Laporan Berkala ini merupakan laporan data yang sifatnya kualitatif. Laporan disusun dalam formulir yang telah disediakan sebanyak 12 jenis formulir dan dilakukan secara berkala dalam periode mingguan, bulanan dan triwulan tergantung jenis laporn.
Laporan bulanan bank umum laporan bank umum ( LBU ) yang harus disediakan antara lain :
Neraca laba rugi dan komitmen kontijensi,
Transaksi valas dan derivatif,
Kualitas aktiva produktif,
Perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum,
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko,
Perhitungan rasio keuangan dan modal.
4. Laporan lalu lintas devisa LLD adalah kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk(residen) dan bukan penduduk(non residen) termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negri.
5. Laporan kantor pusat Bank umum
PAK JUN
1983
Paket Juni 1983 adalah kebijakan perbankan yang dikeluarkan tanggal 1 juni 1983 ini juga dikenal sebagai paket non ceiling policy dalam arti perbankan telah dibebaskan dari ketentuan batas atas (ceiling) suku bunga. Hal ini berarti bank-bank boleh menentukan suku bunga yang ditawarkan kepada masyarakat sesuai dengan pertimbangannya sendiri. Bank boleh menawarkan suku bunga kredit yang paling murah sekalipun demikian pula bank boleh menawarkan suku bunga tabungan atau deposito setinggi langit. Pertimbangannya penentuan suku bunga itu dipulangkan kepada masing-masing bank sepanjang mengikuti prnsip ekonomi yaitu sepanjang masih menjamin kelangsungan hidup bank.
Pokok-pokok kebijakan deregulasi perbankan 1 juni 1983 yakni :
1. Pagu credit (ceiling policy) dibebaskan artinya setiap bank dapat mengadakan ekspansi kreditnya menurut pengelolaan masing-masing bank asalkan bank tersebut memiliki loanable funds yang cukup.
2. Loanable funds yang bersumberkan dari kredit likuiditas dan bank Indonesia (KLBI) dibatasi dan hanya diberikan untuk kredit-kredit yang bersifat prioritas.
3. Masing-masing bank bebas menentukan tingkat bunga simpanan dan bunga pinjamannya.
PAK TO 1988
Kebijakan paket kebjakan 1 juni 1983 dalam hal mobilisasi dana serta peningkatan efisiensi perbankan menjadi dasar dilanjutkannya deregulasi di bidang perbankan. Memang, salah satu tujuan dan deregulasi di bidang perbankan adalah menciptakan suatu iklim yang mendorong terjadinya terjadinya persaingan usaha sehat diantara bank-bank untuk meningkatkan efisiensi dalam kegiatan usahanya.
Pada awal tahun 1988, keadaan perekonomian di Indonesia mulai membaik. Hal ini mendorong pemerntah untuk melanjutkan dan mempeluas lagi kebijakan deregulasi di bidang perbankan yaitu dikeluarkannya paket kebijakan 27 oktober 1988 (pakto 1988) yang merupakan titik adanya “liberalisasi dalam sector perbankan”.
Paket Juni 1983 adalah kebijakan perbankan yang dikeluarkan tanggal 1 juni 1983 ini juga dikenal sebagai paket non ceiling policy dalam arti perbankan telah dibebaskan dari ketentuan batas atas (ceiling) suku bunga. Hal ini berarti bank-bank boleh menentukan suku bunga yang ditawarkan kepada masyarakat sesuai dengan pertimbangannya sendiri. Bank boleh menawarkan suku bunga kredit yang paling murah sekalipun demikian pula bank boleh menawarkan suku bunga tabungan atau deposito setinggi langit. Pertimbangannya penentuan suku bunga itu dipulangkan kepada masing-masing bank sepanjang mengikuti prnsip ekonomi yaitu sepanjang masih menjamin kelangsungan hidup bank.
Pokok-pokok kebijakan deregulasi perbankan 1 juni 1983 yakni :
1. Pagu credit (ceiling policy) dibebaskan artinya setiap bank dapat mengadakan ekspansi kreditnya menurut pengelolaan masing-masing bank asalkan bank tersebut memiliki loanable funds yang cukup.
2. Loanable funds yang bersumberkan dari kredit likuiditas dan bank Indonesia (KLBI) dibatasi dan hanya diberikan untuk kredit-kredit yang bersifat prioritas.
3. Masing-masing bank bebas menentukan tingkat bunga simpanan dan bunga pinjamannya.
PAK TO 1988
Kebijakan paket kebjakan 1 juni 1983 dalam hal mobilisasi dana serta peningkatan efisiensi perbankan menjadi dasar dilanjutkannya deregulasi di bidang perbankan. Memang, salah satu tujuan dan deregulasi di bidang perbankan adalah menciptakan suatu iklim yang mendorong terjadinya terjadinya persaingan usaha sehat diantara bank-bank untuk meningkatkan efisiensi dalam kegiatan usahanya.
Pada awal tahun 1988, keadaan perekonomian di Indonesia mulai membaik. Hal ini mendorong pemerntah untuk melanjutkan dan mempeluas lagi kebijakan deregulasi di bidang perbankan yaitu dikeluarkannya paket kebijakan 27 oktober 1988 (pakto 1988) yang merupakan titik adanya “liberalisasi dalam sector perbankan”.
Tujuan
dari pakto 1988 yakni :
a. Peningkatan mobilisasi dana dan alokas dana
b. Pendayagunaan lembaga keuangan dan perbankan agar bergfunsi sebagai sarana transaksi yang dapat mendorong ekspor non minyak dan gas
c. Peningkatan efisiensi dan kemudahan pendirian bank
d. Pengendalian kebijakan moneter serta pencipataan iklim pengembangan pasar modal.
a. Peningkatan mobilisasi dana dan alokas dana
b. Pendayagunaan lembaga keuangan dan perbankan agar bergfunsi sebagai sarana transaksi yang dapat mendorong ekspor non minyak dan gas
c. Peningkatan efisiensi dan kemudahan pendirian bank
d. Pengendalian kebijakan moneter serta pencipataan iklim pengembangan pasar modal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar